PROBLEMATIKA
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI SEKOLAH DIBAWAH NAUNGAN KEMENTERIAN AGAMA (KEMENAG)
A.
Pendahuluan
Bahasa
Arab adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Madrasah yang dinaungi
oleh Kementerian Agama yang berfungsi sebagai bahasa agama dan ilmu
pengetahuan, disamping juga sebagai alat komunikasi
Bahasa
Arab bertujuan mengembangkan keterampilan Berbahasa secara lisan maupun
tulisan. Dengan hal tersebut diatas dapatlah kiranya siswa berperan aktif
menggunakan bahasa Arab terutama yang berkaitan dengan agama Islam.
Sebagaimana
kita ketahui bahwasanya Bahasa Arab yang diajarkan di Madrasah-madrasah pada
awalnya mengacu pada Kurikulum Berbasis Madrasah dimana penerapan aspek-aspek
kurikulum ditugaskan kepada sejumlah pihak yang terkait dengan struktur
birokrasi madrasah, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Madrasah
adalah ujung tombak pelaksanaan kurikulum ditingkat yang paling bawah. Kedua
pihak inilah yang menentukan kualitas kurikulum .
Dalam
prosesnya, pihak yang ditugaskan untuk menerapkan aspek-aspek kurikulum
tersebuut pada dasarnya pasti mengalami hal-hal dalam teknis pelaksanaannya.
Semua hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dari pembelajaran bahasa Arab. Melalui tulisan ini diharapkan kualitas
kemampuan membaca bahasa Arab siswa Madrasah dan apa saja faktor apa saja yang
berkaitan ataupun mempengaruhi capaian kemahiran para siswa.
B.
Pembahasan
Pendidikan merupakan sebagai sarana kegiatan bimbingan yang terarah
yang diberikan oleh pihak pendidik kepada peserta didik, untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang berlandaskan pada nilai-nilai yang digali dari
sumber-sumber ajaran tertentu (sesuai bidang yang akan dituju) tidak terlepas
dari permasalahan yang dihadapi oleh insan yang berkecipung didalam dunia
pendidkan tersebut dalam proses kegiatan bimbingan tersebut.[1]
Namun, dalam hal permasalahan ini insan yang berkecipung di dunia
pendidikan tidak pernah putus asa dalam menangani masalah yang dihadapi dalam
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tersebut, salah satu bentuk usaha yang
dilakukannya adalah dengan mengadakan media yang disebut dengan Kurikulum.
Kurikulum sebagai media dalam proses pembelajaran, memberikan makna dalam
proses pendidikan dan pembelajaran dilembaga pendidikan, yang memungkinkan
terjadinya saling interaksi antara pendidika dan peserta didik.
Sebagaimana kita ketahui lembaga lembaga pendidikan tempat
diadakannya proses pembelajaran kurikulum diatur oleh intansi-insansi terkait
diantaranya adalah Kementerian Agama yang menaungi sekolah-sekolah seperti
Madrasah dan lain sebagainya.
Kementerian Agama (Kemenag) memiliki tugas besar untuk menggenjot
kualitas madrasah, dalam hal menimplementasikan kurikulum yang telah dibuat.
Untuk mengimplementasikan itu
semua secara nyata komponen-komponen kurikulum seperti kemampuan guru,
fasilitas, media serta kebijakan diuji dalam bentuk perbuatan, namun kenyataan
perwujudan tersebut tidak terlaksana dengan baik sebagaimana dipaparkan dibawah
ini:
1.
Perhatian dari Pemerintah
Dalam proses pembelajaran Bahasa Arab, tidak terlepas dari dukungan
pemerintah, sebagai pengembang segala aspek didalam proses pembelajaran
tesebut. Dalam proses pembelajaran Bahasa Arab tersebut pemerintah berperan
serta dalam rangka mengikut sertakan segala kemampuan yang telah diembankan
kepadanya dalam segala hal tanpa adanya ketidakadilan. Konsep demokrasi
pemerintah dalam pengelolaan Pendidikan ini tertuang dalam Undang-Undang
Sisdiknas dalam bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4)
disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan,
serta tidak deskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia…dst (ayat
1)[2].
Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung secara hayat (ayat 3) serta dengan
membudayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.[3]
Namun dalam prkateknya di lapangan, Madrasah sebagai tempat
pembelajaran Bahasa Arab sering terjadi kurangnya perhatian pemerintah,
sehingga secara otomatis pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah tersebut bisa
mengalami hal-hal yang tidak diinginkan atau tidak maksimal.
2.
Kepala Madrasah
Kepala Madrasah selaku pemegang kebijakan di sekolah dilihat
sebagai bagian dari konteks yang berkaitan ataupun berpengaruh dengan prestasi
akademik siswa di Sekolah.
Sebagai bagian
yang tak terpisahkan dalam pelaksanaan kurikulum dan proses pembelajaran Bahasa
Arab di madrasah, kepala sekolah hendaknya melaksanakan tugasnya seperti yang
diamantakan kurikulum. Diharapkan, kepala madrasah memberikan dukungan dan
dorongan, dalam hal ini kepada guru Bahasa Arab dan siswa, dalam rangka
peningkatan kualitas pembelajaran dan peningkatan kemampuan siswa dalam
berbahasa Arab.
Lebih lanjut, kebijakan kepala Madrasah diarahkan kepada dua pihak,
yakni guru Bahasa Arab dan siswa. Kepada guru Bahasa Arab, sebagian besar
kepala Madrasah telah memberikan perhatian mereka kepada guru-guru dengan cara
mendorong dan memotivasi guru untuk senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya
dan meningkatkan kulaitas pengajarannya di madrasah yang mereka pimpin. diharapkan
kepala Madrasah meberikan dorongan konkret berupa fasilitas mengikuti karya
ilmiah luar sekolah berupa seminar ataupun lainnya.
Dorongan yang
tak kalah pentingnya selain dorongan kepada guru, adalah kepada siswa.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu indikator kemampuan berbahasa Arab
siswa Madrasah adalah nilai hasil ujian sekolahnya. Kepala madrasah dapat
memberikan motivasi kepada para siswanya untuk mendapatkan nilai ujian Bahasa
Arab yang terbaik. Hal itu berguna untuk memberikan hasil yang terbaik dari
proses belajarnya.
Namun jika hal tersebut tidak dilakukan maka hal yang akan terjadi
adalah akan adanya kemerosostan nilai hasil belajar siswa tersbut atau tidak
sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini sering menjadi problem bagi
madrasah-madrasah di Indonesia, dimana kepala madrasah tidak pernah
memperdulikan kegiatan proses pembelajaran Bahasa Arab yang ada di Madrasah
yang dipimpinnya, sehingga berakibat pada burukny hasil belajar yang didapatkan
siswa.
Dorongan yang diberikan kepala sekolah tidak hanya berupa moril,
namun berupa materiil seperti buku-buku penunjang dalam proses pembelajaran
Bahasa Arab. Namun pada kenyataannya banyak kepala sekolah yang tidak
mengadakan buku-buku ajar yang berkaitan dengan Bahasa Arab di Sekolahnya. Hal
ini sesuai dengan survei atau penelitian yang dilakukan Faisal Hendra dari 40
orang yang kepala sekolah yang dijadikan objek penelitian hanya 6 orang kepala
Madrasah (15 %) yang selalu mengadakan bahan belajar lain yang menarik bagi
siswa. Seejumlah 18 orang (45 %) kepala madrasah menyatakan sering berusaha
mendapatkan bahan terbaru dan 12 oran (30 %) menyatakan kadang-kadang
mengupayakan bahan belajar lain. Uniknya, ada 4 orang (10 %) kepala madrasah
yang mengaku tidak pernah mengupayakan apapun mendapatkan bahan belajar
terbaru. [4]
3.
Media atau Sarana atau Fasilitas
Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Sarana atau
media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam mengapilkasikan kurikulum
Bahasa Arab agar lebih mudah dimengerti oleh anak didik dalam proses belajar
mengajar.
Ketepatan memilih alat media, menururt Subandijah (1993: 5)
merupakan suatu hal yang dituntut bagi seorang pendidik atau guru agar materi
yang ditransfernya bias berjalan sebagaiman mestinya, dan tujuan pengajaran
atau pendidikan dari proses belajar mengajar yang ada diharapkan dapat tercapai
dengan baik.[5]
Namun, berbeda dengan kenyataan yang ada dilapangan,
sekolah-sekolah dibawah naungan Kemenag tidak seperti itu adanya, banyak
diantaranya yang tidak mempunyai media untuk menunjang proses belajar mengajar,
terutama media yang bebentuk penunjang keagamaan seperti Musala, dimana
Musala digunakan sebagai tempat perwujudan peserta didik dari segi
keagamaan sehingga peserta didik tidak dapat melakukan ataupun melaksana konsep
kurikulum. Sebagaimana kita ketahui bahwa Bahasa Arab merupakan pelajaran yang sangat penting
sebagai bagian dari dasar-dasar studi Islam, siswa yang tidak suka bahasa Arab
kemungkinan tidak termotivasi untuk mempelajari Bahasa Arab sehingga dapat
dipastikan dasar-dasar studi Islam tidak akan tercapai dengan semestinya.
Kemudian media yang tak kalah pentingnya dalam proses pembelajaran
Bahasa Arab adalah Laboratorium bahasa. Dimana laboratorium ini berfungsi
sebagai tempat berbagai prkatek siswa sebagai pengembangan kreatifitas belajar
siswa terutama dibidang pendengaran dan membaca.
Namun hal ini bertolak belakang yang terjadi dalam Madrasah, banyak
yang tidak memiliki laboratorium. Terutama madrasah-madrasah yang baru
berkembang.
Selanjutnya
adalah kegiatan ektrakurikuler, sebagaimana halnya medi laboratorium sebagai
pusat pengembangan praktek bahasa siswa, kegiatan ekstrakulrikuler tak kalah
pentingnya dalam pengembangan bahasa Arab siswa, dengan melakukan hal ini,
keterampilan bahasa siswa dapat bertambah. Sebagai contoh kegiatan
ektrakurikuler adalah pecan bahasa. Secara global, banyak madrasah-madrasah
yang tidak melakukan kebijakan bahasa, sehingga bahasa Arab tidak berkembang di
sekolah tersebut. Sebagaimana kita ketahui pecan bahasa ini merupakan kegiatan
yang sangat popular dikalangan madrasah atasa koordinir kepala sekolah.
4.
Guru
Tugas guru yang menuntut kemampuan profesional selain memerlukan
cara kerja diperlukan juga penguasaan atas dasar-dasar pengetahuan yang kuat,
relasi dasar pengetahuan dengan praktik pekerjaan dan dukungan cara berpikir
yang imaginative dan kreatif.
Tugas guru dalam mengelola proses pembelajaran akan behasil pada
hakikatnya adalah karena manjemen dan koordinasi dari telah dikuasainya
berbagai pengetahuan dasar dan teori serta pemahaman yang mendalam dalam segala
hal. Atas dasar pengertian demikian dikatakan bahwa pekerjaan professional,
yaitu pekerjaan yang hanya dapat ddlakukan oleh mereka secara khusus disiapkan
untuk itu, yaitu oleh lembaga yang mempersiapkan pengadaan guru.
Dalam hal proses pembelajaran Bahasa Arab, guru Bahasa Arab
tersebut haruslah guru-guru yang mempunyai keahlian dalam pengajaran Bahasa
Arab. Profil kualifikasi guru bahasa Arab haruslah dilihat baik itu dari latar
belakang pendidikan guru maupun persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar guru
Bahasa Arab.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa guru haruslah
memenuhi kriteria yang sesuai, yakni sarjana pendidikan. Meskipun demikian,
tidak sesuai dengan yang ada dilapangan, dimana masih ada tenaga pendidik yang
tidak tamat sarjana pendidikan seperti penelitian yang dilakukan oleh Faisal
Hendra, bahwa guru yang sarjana Pendidikan sebanyak 23 orag (57,5%), 5 orang
(12,,5 %) tamatan Madrasah Aliyah/Pesantren dan sebanyak 7 orang (17,5%)
berpendidikan Magister Kependidikan Bahasa.[6]
Kemudian adalah persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar guru,
tentang cara guru mengajar Bahasa Arab di kelasa, sangatlah menentukan
keberhasilan dari pembelajaran Bahasa Arab tersebut, sejauh mana peran guru
Bahasa Aab dalam pencapaian kemampuan berbahasa Arab siswa Madrasah.
5.
Siswa
Latar belakang pendidikan siswa sebelumnya sangat berpengaruh
terhadap proses belajar dan hasilnya. Perlu diketahui, bahwa apbila seorang
siswa sebelumnya berpendidikan Bahasa Arab mumpuni, maka dalam proses
selanjutnya tidak mengalami hambatan, terutama guru. Apabila seorang guru
mengajar seorang murid yang sebelumnya berlatarbelakangi Bahasa Arab yang
mumpuni dalam hal ini tentu seorang guru tidak harus melakukan berbagai upaya
alternative lainnya. Hal ini banyak tejadi di Madrasah-madrasah yang ada saat ini.
Minat siswa terhadap Bahasa Arab juga merupakan faktor yang
mempengaruhi kemampuan Bahasa Arab seorang siswa. Minat siswa terhadap bahasa
Arab ditunjukkan dengan persepsi mereka terhadap Bahasa Arab.
6.
Kurikulum
Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan
kegiatan pembelajaran dan menjadi penentu proses pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Oleh karena itu, perencanaan, pengorganisasisan, pelaksanaan, dan
evaluasi kurikulum merupakan suau keniscayaan yang harus dilakukan dan
diperisapkan dengan matang oleh setiap satuan pendidikan agar menghasilkan
pendidikan yang berkualitas. Namun pada kenyataannya pernecanaan yang terdapat
dalam kurikulum selalu tidak sesuai dengan ralita atau praktek yang terjadi
selanjutnya, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemikiran-pemikiran yang akan
dihadapi kedepan oleh yang mengambil kebijakan dalam hal ini institusi Kemenag
maupun dari Sekolah tersebut sendiri. Dalam prakteknya sejauh ini masih
terkesan bahwa kurikulum bidang kajian pendidikan Islam relatif lebih sedikit
memuat kajian-kajian Islam, manakala dibandingkan dengan kajian-kajian Islam
lainnya.
Dari penjelasan dari permasalahan-permasalahan diatas dapat kita
lihat bahwa proses pembelajaran Bahasa Arab mengalami banyak permasalahan, hal
ini pasti disebabkan oleh kekurangan individual yang memberikan suatu
kebijakan, seperti kebijakan pemerintah, kepala sekolah dan seterusnya.
Seperti halnya kepala sekolah, yang memebrikan kebijakan-kebijakan
disekolah terkait, haruslah kepala sekolah yang betul-betul sudah berpengalaman
dibidangnya begitu juga seorang guru, haruslah yang betul-betul memahami teknis
menjadi seorang guru. Semua itu tegantung dari atasan-atasan yang memberikan
kebijakan. Dengan adanya pengalaman-pengalaman yang telah ada, maka
keberhasilan dalam pembelajaran Bahasa Arab dapat dirasakan.
Juga kepada pemerintah perlu mengadakan berbagai jenis perlombaan
berhubung sangat kurangnya perlombaan yang ada saat ini. Ini sangat perlu
sebagai pengembanga dalam pembelajaran Bahasa Arab. begitu juga dengan
pemberian fasilitas pengembangan jarinagn kerja sama antarguru bahasa Arab
secara nasional untuk ajang penukaran informasi tentang berbagai hal seperti
bahan ajar dan lainnya
Dalam hal fasilitas yang telah dikemukakan diatas, pemerintah dalam
hal ini Kementerian Agama, Kepala madrasah, dan masyarakat diharapkan dapat
membantu melengkapi fasilitas pembelajaran bahasa Arab seperti laboratorium
bahasa dan koleksi buku-buku mengenai Bahaa Arab.
KESIMPULAN
Kurikulum yang ada di sekolah sekolah dibawah naungan Kemenag pada
hakikatnya sama dengan kurikulum yang ada di sekolah sekolah dibawah naungan
pendidikan, namun yang membedakannya adalah dari sisi keagamaannya.
Dalam prakteknya, sekolah-sekolah dibawah naungan Kemenag masih
banyak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini tidak terlepas dari
keterbatasan kemampuan manusia itu sendiri.
Problematika yang banyak dialami oleh sekolah dibawah naungan Kementerian
Agama diantaranya adalah mulai dari Pemerinta sebagai pusat yang memegang
kebijakan hingga seorang kepala sekolah dan seterusnya kebijakan tersebut akan
dijalani oleh guru dan peserta didik.
Melihat dari
problem yang telah dikemukan tersebut banyak aspek-aspek yang pelu dibenahi
diantaranya adalah perlu aday pemilihan tenaga pengajar yang ideal begitu juga
dengan kepala Madrasah tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Pendidikan
Nasional. Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag. Jakarta. 2003
Akrom, Fahmi. Ilmu Nahwu dan Sharaf 2 (Tata
Bahasa Arab). PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2002
Hendar, Faisal. Kemampuan Berbahasa Arab. Gaung
Persada Pers. Jakarta. 2007
Murniati, Andi. Pengembangan Kurikulum.Al
Mujtahadah Press. Pekanbaru. 2010
Nur Indah, Rohmaini. Gangguan Berbahasa. UIN
Maliki Press. Malang. 2012
Lias. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan.
Gaung Persada. Jakarta. 2010
Rusman. Manajemen Kurikulum. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 2009
Shaleh, Abdurrachman. Pendidikan Agama dan
Pembangunan watak Bangsa. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005
[1]
Lias Hasibuan, Kurrikulum dan Pemikiran Pendidikan, ( Jakarta: Gaung
Persada, 2010), cet. Ke-I, hlm. 168
[2] Anwar
Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional ( Jakarta: Ditjen
Kelmebagaan Agama Islam Depag, 2003), hlm.2
[3] Ibid
[4]
Faisal Hendra, Kemampuan Berbahasa Arab, ( Jakarta: Gaung Persada
Press), cet. I, Hlm. 91
[5]
Andi Murniati, Pengembangan Kurikulum. Al Mujtahadah Press, Pekanbaru.
Hal: 38
[6] Faisal Hendra, Kemampuan Berbahasa Arab, ( Jakarta: Gaung
Persada Press), cet. I, Hlm. 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar